Siapakah Keroncong? (bag. 1)

Catatan: Menyambut hari kemerdekaan RI yang ke-70 pada tahun 2015 ini, KMI mempersembahkan artikel-artikel yang berhubungan dengan sejarah bangsa kita, Republik Indonesia.

Catatan: Untuk memahami pesan dan alasan keberadaan artikel Siapakah Keroncong? ini, Anda harus membaca seluruh bagian, semuanya ada tiga bagian. Jika Anda melewatkan salah satu bagian, Anda tidak akan menangkap materinya. Jadi.. selamat membaca

Keroncong de Tugu

Keroncong de Tugu

Beberapa minggu ini para penulis KMI berusaha mengumpulkan informasi-informasi mengenai sejarah musik Keroncong. Saya pribadi sebenarnya sudah mempelajari asal-usul Keroncong sejak lama. Begitu banyak informasi dari sumber-sumber terpercaya, tapi sayangnya penulis kerap mendapatkan kesimpang-siuran mengenai sejarah Keroncong, sehingga juga artikel ini sulit rampung dituliskan.

Kami banyak membaca buku-buku dan meneliti sejumlah tulisan termasuk disertasi Victor Ganap yang berjudul “Pengaruh Portugis pada Musik Keroncong”. Tidak ada satupun yang mengerucutkan inti sejarah Keroncong dan tidak dapat menghasilkan satu kesimpulan yang pasti. Sayangnya juga, mereka tidak memberikan bukti-bukti otentik musik Keroncong yang justeru adalah kunci dari setiap penelitian sejarah Musik. Tidak heran jika PBB melalui UNESCO mungkin masih memiliki keraguan untuk mengatakan bahwa Keroncong adalah Indonesia.

Beruntungnya, pada saat-saat terakhir, KMI berhasil menghubungi Guido Quiko. Beliau adalah keturunan asli Portugis di Kampung Tugu, generasi ke-4 dari keluarga Quiko. Generasi pertama keluarga Quiko, Joseph Quiko, adalah pendiri dari organisasi musik Keroncong pertama di Indonesia (mungkin di dunia) pada tahun 1925; komunitas ini masih berlanjut saat ini dan dipimpin oleh Guido Quiko. Orang-orang keturunan Portugis sudah ada di Kampung Tugu, Jakarta, sejak tahun 1661.

Awalnya penulis akan menulis sendiri ulasan mengenai sejarah Keroncong berdasarkan informasi dari berbagai sumber, tapi Guido Quiko selaku bagian dari sejarah Keroncong itu sendiri telah berbaik hati menjabarkan kisah awal mula Keroncong kepada kita.

Pemaparan Guido mengenai sejarah Keroncong jauh lebih logis dan mengerucut ketimbang tulisan lain yang penulis temukan. Berikut kisah sejarah yang disampaikan Guido:

Catatan: Editor tidak merubah sedikitpun isi dari pemaparan sejarah ini untuk menghindari kesalah-pahaman atau kesalahan penafsiran. Editor hanya sedikit merapihkan posisi paragraf, format teks, alignment dan sebagainya.

Narasumber: Guido Quiko

Sebelumnya sudah saya katakan bahwa sejarah keberadaan masyarakat keturunan Portugis di Kampung Tugu Jakarta Utara bukan rahasia umum lagi, berbagai tulisan dan situs yang banyak di buat dalam berbagai macam versi bisa dengan mudah di akses melaui internet. Bahkan sampai detik inipun saya tidak tahu persis apakah tulisan dan lain sebagainya memiliki bukti yang kongkrit atau dipercaya. Karena kebanyakan penulisnya adalah orang yang lahir di abad ke 19, dan mereka menulis hanya secara historisnya saja dan tidak ada gambar yang otentik mungki dikarenakan pada abad ke 16 jarang memiliki kamera, namun secara internal hanya kami yang mengetahuinya apa itu Keroncong.

Dalam berbagai tulisan mengatakan bahwa keberadaan masyarakat di kampung tugu ada yg mengatakan bahwa kami dulunya adalah Tentara2 Portugis yang di tawan dan diasingkan oleh Belanda tahun 1643 sejak Malaka (malaysia) jatuh ke tangan Belanda th 1641. Ada juga yg mengatakan bahwa sejak jatuhnya Malaka (malaysia) dari Belanda 1641 orang keturunan Portugis (mestizo) di bawa ke Batavia sekitar 800 orang di tahun 1643. Bahkan ada tulisan yang mengatakan sejak Belanda menduduki Malaka 1641 banyak orang keturunan Portugis disana melarikan diri dan kapalnya karam di teluk Batavia, sehingga mereka merapat ke Batavia (Jakarta sekarang).

Belum lama saya bertemu dengan Mr. Joseph Sta Maria, beliau adalah asli keturunan Portugis di Malaka yang tahu persis sejarah Malaka sebelum Belanda merebutnya dari Portugis. Beliau banyak cerita tentang sejarah masyarakat kampung tugu yang menurutnya masyarakat keturunan Portugis yang ada di kampung tugu asal muasalnya adalah dari Malaka yang diasingkan oleh Belanda tahun 1643 dan berasal dari beberapa wilayah seperti Goa (India), Bengali, Coromandel, Bandaneria, termasuk Malaka, dan berjumlah 800 orang. Tapi kesemuanya adalah keturunan, bukan asli Portugis. Karena Portugis di Malaka sudah ada sejak abad ke 15 disana.

Dan di abad itu Portugis di Indonesia tidak menjajah, sekali lagi TIDAK MENJAJAH di Indonesia.. (sumber kuat dari FKIP Univ. Indonesia Bpk. Lilie Suratminto dan Mantan Dubes Indonesia di Portugal Prof. Hary Haryono). Mereka hanya berniaga mencari rempah-rempah untuk dibawa ke negaranya.

Di Batavia tahun 1643 orang–orang keturunan Portugis ini ditawan oleh Belanda disekitar kampung bandan (kota tua) dan tidak di bunuh, melainkan Belanda memaksakan kaum kami untuk berpindah agama dari Khatolik ke Protestan karena jaman itu masih berimbas Perang Salib. Bahkan Belanda memaksa mengganti nama orang2 keturunan Portugis ini dengan nama-nama Fam (marga) Belanda. Namun pertanyaannya mengapa Belanda hanya membuang kami tahun 1661 ke kampung tugu sekitar 23 kepala keluarga? Artinya: Jika 1 keluarga terdiri dari 4 orang saja jumlahnya baru sekitar 92 orang. Apa yang lainnya yang tidak mau dipaksa kemudian dibunuh atau diasingkan ke wilayah Indonesia lain.? Mungkin anda bisa mencari tahu jawaban itu. Pastinya ini yang ada dalam ingatan kakek moyang kami dan jaman dahulu. Dan saya tidak bisa menjelaskannya.

Saya pikir sentimen publik atau sentimen pribadi orang keturuan Portugis yang ada di Indonesia bisa beralasan karena sebelum Belanda membuang kami ke kampung tugu (Batavia Tenggara dulu), mereka juga sebagian piawai memainkan alat-alat musik seperti ukulele. Dan mereka biasa memainkannya kapan dan dimana mereka suka. Saya berpikir secara rasional saja.

Berbicara tentang inti masalah MUSIK KERONCONG apakah berasal dari Indonesia atau bukan.?

Dengan tegas saya katakan “YA” / “Benar”..!! Dan bukan dari Portugis. Hanya kebetulan yang memulainya adalah kaum keturunan Portugis di tugu, jadi banyak persepsi yang salah dari masyarakat Indonesia sekarang Keroncong itu dari Portugis. Di Portugis tidak ada musik keroncong, dan saya bisa pertanggungjawabkan atas ucapan saya ini karena ketika saya tampil di Pasar Malam Besar (sekarang TONG TONG FAIR) di Den Haag Belanda. Ada sebuah kelompok musik dari Portugis dan membawakan lagu Kr. Moresco dengan syair dan arrangement musik mereka. Namun mereka hanya menggunakan 3 alat musik: Gitar, Contra Bas, dan Conga. Seusai mereka pentas saya bertanya pada salah satu personilnya apakah jaman dahulu di negara anda ada musik keroncong.? Dia menjawab “TIDAK ADA”.

Apakah Musik Keroncong berasal dari Kampung Tugu.? Saya jawab “BENAR”. Kenapa.? Sekelumit saya ceritakan tentang sejarah asal mula Genre Musik Keroncong di Indonesia lahir.

Tahun 1661 ketika 23 kepala keluarga keturunan Portugis yang diasingkan oleh Belanda sebenarnya adalah cara Belanda ingin membunuh kaum ini secara perlahan oleh ganasnya alam sekitar kampung tugu saat itu. Batavia tenggara terkenal dengan hutan yang sangat lebat, banyak binatang buas seperti Macan, ular berbisa, dan yang paling parah adalah tempat bersarangnya wabah influensa atau Penyakit demam berdarah yang sangat ganas. karena lokasi itu dihuni oleh nyamuk-nyamuk malaria yang sangat besar jumlahnya bahkan nyamuk itu sekarang masih sangat banyak, tetapi sudah tidak ganas.

Pada tahun itu belum terjadi evolusi dimana musik keroncong tumbuh. Awalnya kami hanya membagi tanah yang luasnya sekitar 13 Ha untuk tempat tinggal kami. Mencari makan dengan cara berburu, mancing ikan, dan bercocok tanam, serta menikah dengan sesama keturunan saja. Memasuki abad ke 17 kerinduan kami terhadap sebuah hiburan mulai terasa, bahkan kami harus rela berjalan kaki ke kota yang berjarak sekitar 30 km hanya untuk mendapatkan sebuah hiburan. Lambat laun beberapa orang yang pandai bermain musik mulai melakukan berbagai cara agar kami bisa mendapatkan alat musik yang biasa kami mainkan untuk menghibur diri. Lalu dibuatlah sebuah alat musik yang diambil dari batang pohon kayu bulat dan dibentuk menyerupai gitar kecil (seperti ukulele), berdawai 5 senar. Senar (tali) gitar itu juga dibuat dari kulit pohon kayu waru yang di lilit-lilit dan di keringkan,kemudian dipasang mulai dari leher sampai badan alat musik tersebut. Banyak ahli menyebutnya Cavaquinho (gitar kecil), tapi kami menamakannya MACINA. Macina ini berdawai 5 senar, jika dibunyikan / dimainkan akan menghasilkan suara CRONG CRONG CRONG..

Kebiasaan bermain musik dan bernyanyi selepas kami mencari makan pagi hingga sore terjadi setelah kami melakukan aktifitas itu, berkumpul di salah satu rumah keluarga sambil berpesta kecil untuk menghibur diri. Kebiasaan bermain musik di kampung tugu (asal kata por’Tugu’ese) ini sering dilihat oleh orang-orang pribumi yang tinggalnya tidak jauh dari kampung tugu, mereka menyebut musik kami adalah KERONCONG karena suara yang dihasilkan itu. Jadi definisi Keroncong sesungguhnya adalah dari alat musik yang dibuat di kampung tugu.

Kami sendiri awalnya tidak paham akan sebutan itu, yang kami sebut hanya musik saja, atau Musica De Tugu (musik dari tugu). Tetapi kebiasaan bermain musik di kampung tugu sejak abad 17 dan 18 akhirnya banyak di lirik oleh orang-orang Belanda, bahkan kerap mereka mengundang tampil dalam acara pemerintahan VOC saat itu. Tak hanya itu musisi-musisi jazz keturunan Belanda yang mengetahui keberadaan kami kerap datang ke tugu untuk mendengar langsung dan bermain bersama dalam suasana kekeluargaan, bahkan ada yang ingin merubah pola permainan musik tugu dengan cara mereka namun orang tugu tidak mau musiknya di rubah.

di abad 18 menuju abad 19 musik kebiasaan masyarakat tugu menjadi buah bibir dikalangan seniman musik indo belanda dan orang-orang betawi (penduduk asli batavia). Mereka datang dan pergi ke kampung tugu hanya untuk sekedar bertamu atau bersama-sama bermain musik dan banyak diantaranya membawa alat musik sendiri seperti: Biola, Mandolin, Threeangle, Rebana, Tambourin, Accordion, Flute, Cello, bahkan Contra Bas (Bas Betot). Perlahan warna musik tugu mulai terbentuk dan tak sedikit diantara mereka yang datang ke tugu diberikan tempat tinggal di tugu agar mereka tidak pulang pergi karena kebanyakan yang datang dari wilayah Passer Baroe (pasar baru), Gambir, dan Kemayoran yang jaraknya sangat jauh dari kampung tugu.

Kemudian perkembangannya setelah diantara mereka yang pernah bermain musik di tugu membentuk kelompok musik sendiri di wilayahnya seperti keturunan Indo-Belanda Pasar baru membangun kelompok OUD BATAVIA, keturunan Belanda-Jawa Gambir membuat kelompok musik LIEF JAVA, dan orang-orang betawi di Kemayoran juga membentuk kelompok musik CROCODILE. Yang dari kemayoran ini kemudian berkembang sehingga tersebut nama BUAYA KERONCONG sekitar awal abad 19.

Diantara kelompok-kelompok musik itu gaya permainan musiknya berbeda dengan warna musik tugu, meski cara memainkannya sama-sama di garuk dengan jari tetapi pukulan mereka terbalik khususnya untuk alat musik Macina dan Frunga. Demikian halnya pukulan Celo juga berbeda dengan gaya tugu, kalau di tugu lebih menyerupai pukulan gendang, disana mereka mempaternkan dengan pukulan yang monoton. Lalu munculah istilah Gaya Betawian (keroncong versi Betawi) yang sekarang juga masih banyak kelompok musik keroncong di Jakarta yang mempertahankan itu.

Selanjutnya musik keroncong makin melebar ke wilayah jawa, khususnya jawa tengah karena orang-orang jawa yang ada di kemayoran membawa musik ini ke daerahnya dan membuat aliran baru keroncong versi jawa. Mereka memainkan alat musik keroncongnya dengan cara di pentul-pentul dengan pick (pengganti pukulan jari tangan) dan cenderung mengikuti langgam jawa layaknya gamelan. Maka muncul lagi nama baru dari alat musik keroncong di jawa yang mereka sebut CUK dan CAK.

CUK (jawa) = MACINA (tugu) = Keroncong 1 (betawi)
CAK (jawa) = FRUNGA (tugu) = Keroncong 2 (betawi).

Gaya permainan keseluruhan juga sangat beda dengan Tugu dan Betawian, terutama pukulan Cuk dan Cello, orang-orang jawa lebih mengelspresikan dengan gaya permainan gamelan, menahan tempo dan pukulan celonya mirip sepeti pukulan rampak gamelan yang kerap di pukul body celo yang berpadu dengan dawai celo. Seniman-seniman Keroncong Betawi sering menyebut gaya permainan Keroncong Jawa dengan sebutan “KLUNTUNGAN” karena CUK yang mereka mainkan senarnya di pentul-pentul satu dawai sesuai Cord.

Kenapa jaman sekarang orang selalu mengidentikan musik keroncong berasal dari jawa.?? Coba kita tanya anak-anak muda sekarang kebanyakan mereka akan menjawab bahwa musik keroncong berasal dari jawa.

Sangat mudah menjawabnya, karena sebelum Jepang masuk ke Indonesia sekitar tahun 1930 seorang GESANG telah membuat lagu yang sangat populer saat itu: BENGAWAN SOLO. Lagu ini sebenarnya bukan lagu keroncong, tetapi Langgam Keroncong. (definisi bisa di lihat di wikipedia). Lagu itu kerap diiringi musik keroncong seiap kali diperdengarkan kepada masyarakat, kemudian banyak lagu-lagu lain yang dipopulerkan di Jawa (khususnya jawa tengah) dengan iringan musik keroncong. Dan berkembanglah Musik Keroncong ini sampai ke seluruh negeri oleh musisi-musisi dari jawa. Namun pada gilirannya ketika Jepang menguasai Indonesia, musik Keroncong dilarang untuk dimainkan karena banyak diantaranya juga tercipta lagu-lagu perjuangan yang dinilai Jepang dapat mempengaruhi nasionalisme untuk menentang pemerintahan Jepang. Inilah sebabnya mengapa Musik Keroncong identik dengan Jawa. Bahkan mereka membuat peraturan baku untuk membedakan mana keroncong, mana langgam, dan yang mana stambul. Di aliran keroncong sendiri mereka membagi dalam 3 katagori yaitu : Keroncong 16 Bar, 24 Bar, dan 32 Bar. Dan mempatternkan kunci (cord) lagu keroncong tanpa bisa di tawa-tawar lagi.(dapat dilihat di wikipedia).

Saya pikir suatu riset yang wajar jika orang merangkum musik keroncong dengan istilah pakem. Tapi di tugu sendiri tidak mengenal hal itu karena awalnya hanya sebuah kebiasaan bermain musik saja, yang orang sebut keroncong.

Jika di ambil kesimpulan maka KERONCONG memiliki 3 pengertian berbeda :

1. Keroncong adalah sebuah alat musik yang awalnya di buat di kampung tugu.
2. Keroncong adalah nama Lagu yang banyak diciptakan oleh penulis lagu.
3. Keroncong adalah sebuah genre musik yang sudah dipatternkan dengan pakem cord (kunci nada).

Penuturan Guido di atas adalah kisah yang luar biasa dan PENTING untuk menyingkap sejarah musik Keroncong. Perlu penulis ingatkan bahwa Guido mendapatkan kisah ini dari para pelaku sejarah Keroncong itu sendiri, para saksi sejarah. Semua tulisan mengenai sejarah Keroncong memang mengarah kepada cerita Guido ini, tapi tulisan-tulisan tersebut tidak lengkap dan pernyataan-pernyataannya masih bercabang.

Untuk memulai pembicaraan mengenai sejarah Keroncong, kita harus memulai dari akarnya. Musik Keroncong pertama kali ditemukan di Kampung Tugu, Jakarta, tahun 1661, dari sanalah kita berangkat, dan artikel ini telah dimulai dengan penuturan kisah dari saksi sejarah Keroncong di Kampung Tugu.

Berikutnya: Identitas Keroncong ditinjau dari aspek sejarah. Siapakah Keroncong? (bag. 2)

Leave a comment